Sekilasberita86.com – Indramayu – Kebijakan Bupati Indramayu Lucky Hakim yang memerintahkan pengosongan sejumlah gedung milik pemerintah daerah, termasuk Gedung Graha Pers Indramayu (GPI), menuai kritik tajam dari kalangan jurnalis dan masyarakat sipil. Kebijakan itu dinilai tidak mencerminkan sikap kenegarawanan serta disinyalir bermuatan politis.
Surat pengosongan tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Indramayu, Aep Surahman, dan ditujukan kepada pihak-pihak yang saat ini menggunakan gedung pemerintah, termasuk organisasi wartawan dan partai politik.
Ketua Forum Perjuangan Wartawan Indramayu (FPWI), Chong Soneta menilai pengosongan GPI tidak hanya menyakiti komunitas pers, tetapi juga mengabaikan nilai historis gedung tersebut. Ia menyebut GPI sebagai simbol eksistensi dan perjalanan panjang jurnalisme lokal.
“Gedung ini dulunya bernama Balai Wartawan, diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat almarhum Yogie S. Memet. Kemudian direnovasi oleh Bupati Yance dan difungsikan kembali pada era Bupati Nina Agustina sebagai Graha Pers Indramayu. Ini bukan sekadar bangunan, tapi warisan sejarah yang tidak bisa dihapuskan begitu saja,” ujar Chong, Minggu (29/6).
Menurutnya, kebijakan pengosongan GPI terkesan tidak berdasar dan cenderung represif. Ia juga mencurigai adanya motif politik di balik keputusan tersebut, mengingat hubungan yang sempat memanas antara Lucky Hakim dan kalangan wartawan lokal pada masa kampanye Pilkada 2024.
“Ada kesan seolah-olah ini bentuk pembalasan politik. Seharusnya setelah menjadi bupati, Lucky merangkul semua pihak, termasuk wartawan yang pernah berbeda pandangan,” tegas Chong.
Ia juga menilai tidak ada komunikasi yang transparan dan partisipatif antara pemerintah daerah dengan komunitas pengguna gedung, termasuk wartawan. Padahal prinsip good governance menuntut adanya dialog terbuka dengan semua pemangku kepentingan, termasuk kalangan yang sebelumnya menjadi oposisi saat Pilkada.
Menanggapi kritik tersebut, Bupati Lucky Hakim menyatakan bahwa penertiban seluruh aset pemerintah daerah merupakan tindak lanjut dari arahan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan inventarisasi dan optimalisasi pemanfaatan aset milik negara.
“Kita harus bedakan antara hak milik dan pinjam pakai. Pemda bertugas menertibkan aset negara. Jika ada penyalahgunaan aset tanpa dasar hukum, kami akan libatkan kejaksaan, bahkan KPK,” ujar Lucky.
Meski demikian, publik menanti apakah penertiban ini dilakukan secara adil dan menyeluruh, termasuk terhadap partai politik yang juga diketahui menempati gedung milik negara.
Di sisi lain, komunitas pers menyatakan siap menggelar aksi damai sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pengosongan GPI. Forum Komunikasi Jurnalis Indramayu (FKJI) telah melayangkan surat pemberitahuan aksi ke pihak kepolisian dan berencana melakukan demonstrasi serta “berkantor simbolik” di kawasan Pendopo Indramayu apabila tuntutan mereka diabaikan.