Sekilasberita86.com-Banten| Kehadiran organissi KPORI (Kumpulan Organ Rakyat Indonesia) dalam sidang kasus pidana penambang liar di Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung Kabupaten Lebak Provinsi Banten (8/5) merupakan keberanian dan terobosan besar untuk tampil menjadi saksi A De Charge (saksi meringankan) dengan mempertaruhkan surat dari Ketua Mahkamah dan UUD’45 sebagai dasar terutama Pasal 27 Ayat 1. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat-ayat tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan serta dapat mengemplementasikan pasal-pasal lainya dalam penerapan aturan untuk kehidupan sehari- hari. Kebenaran sebagai fakta dari dasar hukum untuk kesejahtraan rakyat dan kepentingan oligarkhi kekuasaan dipertaruhkan.
Dalam kesempatan wawancara bersama ketua umum KPORI Margoyuwono di PN Rangkasbitung Lebak Banten pada Kamis (15/5/2025) mengatakan,” Yang menjadi pertimbangan saya sebagai praktisi-praktisi UUD’45 hasil BPUPKI/PPK dan sebagai ketua umum KPORI mau menjadi saksi yang meringankan dalam kasus ini antara lain keprihatinan terhadap kondisi penegakan hukum yang terkesan tebang pilih, sebagai tanggung jawab terhadap masyarakat yang mempercayai dan telah berpartisipasi dalam perbaikan aturan. Melaksanakan saran dari yang Mulia Ketua MA serta saran Jaksa Agung yang di sampaikan oleh Bapak Fahmi sebagai Kasubdit PAM SDO Inteljen Kejagung pada saat audiensi dengan beliau pada tanggal 15 Novenber 2024.” ujar Margoyuwono.
Namun demikin faktanya tidak masuk akal, dimana keterangan Margoyuwono sebagi ketua umum KPORI yang menjadi saksi meringankan (a de charge) ternyata tidak diharaukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mengingat keterangan yang di sampaikan itu berkaitan dengan azas legalitas dalam bab 1 KUHP. Dan dalam keputusan sidang (15/5/2025) terdakwa di tuntut 10 bulan kurungan penjara dan denda sebesar 20 juta rupiah (subsider).
“Saya hanya berharap terhadap hakim mengingat dokumen atau surat yang menjadi acuan merupakan produk Mahkamah Agung. Dan kami akan membuat “Pledoy”. Adanya celah terkait hal memberatkan dalam tuntutan yang tidak masuk akal seperti, jual beli air raksa. Mengingat pada kenyataannya saudara Sunata ( terdakwa-red) bukan pedagang, tetapi pengolah limbah tambang rakyat yang tidak berbasis air raksa.” tegas Margoyowono.[]