Ancaman Terbuka di Hadapan Wali Nagari, Di Lahan Kebakaran, Arogansi Oknum Babinsa di Solok Bio-Bio

Ancaman Terbuka di Hadapan Wali Nagari, Di Lahan Kebakaran, Arogansi Oknum Babinsa di Solok Bio-Bio

Harau – SekilasBerita86.com – Limapuluh Kota – Sumbar |
Kisah kebakaran lahan di Nagari Solok Bio-Bio, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota pada 3 Agustus 2025, kini menyeruak menjadi drama panjang bernuansa arogansi oknum Babinsa Solok Bio-Bio (Koramil) Komando Rayon Militer Harau, (Kodim) Komando Distrik Militer 0306/50 Kota.

Bukan sekadar persoalan ganti rugi akibat kelalaian, tapi sudah menjurus pada penyalahgunaan posisi dan sikap premanisme berseragam yang mencoreng nama institusi.

Api dari Lahan, Merembet ke Harga Diri Warga

Kebakaran bermula dari kelalaian inisial “DKD” (43), warga Solok Bio-Bio, yang membakar tumpukan pohon jengkol kering di belakang rumahnya. Angin panas yang bertiup kencang membuat api merembet ke lahan produktif milik keluarga Iwen (43), membakar tanaman cokelat, manggis, petai, durian, dan serai wangi—sebagian besar sudah berbuah.

Ironisnya, keluarga korban baru mengetahui lahan mereka hangus seminggu kemudian, setelah diberitahu oleh warga lain.

“Lebih dari separuh lahan kami hangus. Semua tanaman habis. Kami datang minta kejelasan, tapi sampai tiga kali tidak ada tanggapan,” ungkap Iwen dengan nada kecewa.

Babinsa Turun Tangan, tapi Bukan Menenangkan

Saat pertemuan keempat, barulah “DKD” datang bersama sang suami— Babinsa di Solok Bio-Bio.

Alih-alih menampilkan sikap pembina masyarakat, sang Babinsa justru tampil dengan nada tinggi dan penuh arogansi.

Menurut kesaksian korban, Babinsa menolak tuntutan ganti rugi sebesar Rp10 juta, menyebutnya “tidak logis” dan hanya bersedia mengganti Rp1 juta atau “membelikan bibit dan menanam sampai tumbuh.”
Pihak korban menolak, mengingat usia mereka sudah tua dan tidak sanggup lagi mengelola lahan dari nol.

Baca Lainnya:  Lurah Kotabaru dan DPRD Kota Bekasi Sidak Dapur MBG, Perizinan Jadi Sorotan

Mediasi yang Berujung Ancaman

Laporan pun dilayangkan ke pemerintah Nagari Solok Bio-Bio untuk dimediasi. Namun, hampir dua bulan berlalu, tidak ada panggilan atau tindak lanjut. Baru setelah video bekas kebakaran beredar di grup WhatsApp Palanta Solok Bio-Bio pada 30 September 2025, pihak nagari bereaksi cepat—seolah baru tersadar.

Mediasi dilakukan 1 Oktober 2025 di kantor Nagari Solok Bio-Bio.

Hadir pihak korban, pelaku, perangkat nagari, kepala jorong, dan Bhabinkamtibmas Polsek Harau Polres 50 Kota.

Namun, bukannya damai, mediasi justru memperlihatkan watak asli sang Oknum Babinsa “ES”.

Dengan nada tinggi di depan wali nagari, Oknum Babinsa melontarkan kalimat yang dinilai mengandung unsur ancaman:

“Kalau indak menengang urang Solok Bio-Bio, atau ambo ndak tingga di Solok Bio-Bio lah, ambo japuik urang ko mah!”
— merujuk pada warga yang pertama kali memposting video kebakaran.

Sontak suasana mediasi berubah tegang, Alih-alih menjadi pembina desa, oknum Babinsa itu justru tampil seperti intimidator.

Arogansi yang Mencoreng TNI di Tengah Masyarakat

Sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa), tugas utama adalah membina, menenangkan, dan menjadi penengah di tengah masyarakat. Namun dalam kasus ini, fungsi pembinaan berubah menjadi tekanan.

Lebih ironis lagi, pihak pelaku kini malah menggugat kepemilikan lahan korban, padahal masyarakat setempat mengetahui tanah tersebut sudah diwarisi turun-temurun.

Tindakan ini menimbulkan pertanyaan besar:
Apakah jabatan Babinsa kini bisa menjadi tameng bagi keluarga untuk menghindar dari tanggung jawab hukum dan moral?

Masyarakat Menanti Ketegasan Atasan

Kasus ini telah menimbulkan keresahan luas di Nagari Solok Bio-Bio. Warga menilai, arogansi aparat semacam ini harus dihentikan, karena mencederai makna “TNI bersama rakyat”.
Apalagi ketika seorang oknum Babinsa, yang semestinya menjadi garda terdepan dalam menjaga keharmonisan desa, justru memperkeruh keadaan.

Baca Lainnya:  Rakyat Kusau Makmur Ultimatum PT ATS 1 Ingkar Aturan!

Kini, masyarakat menunggu langkah tegas dari Komando Distrik Militer (Kodim) 0306/50 Kota, agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk dan memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi TNI.

“Kami bukan cari ribut, kami hanya ingin keadilan,” tutup Iwen lirih.

Kasus ini bukan lagi sekadar soal ganti rugi Rp10 juta, tetapi tentang sikap, tanggung jawab, dan etika aparat negara di tengah masyarakat yang mereka sumpah untuk lindungi.

Keluarga korban, Iwen, meminta Panglima TNI, Pangdam XX/TIB, Danrem 032/WRB, Dandim 0306/50 Kota turun tangan dan menindak tegas oknum Babinsa. “Tindakan yang menimpa lahan tanaman kami yang sangat tidak manusiawi,” ujarnya.

“Harus nya (Babinsa) Bintara Pembina Desa, yang merupakan prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di tingkat desa atau kelurahan untuk membina dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat.

Peran mereka sangat penting dalam membangun hubungan dengan warga dan bertugas sebagai jembatan antara TNI dan masyarakat.

Tugas utama: Melaksanakan pembinaan teritorial sesuai arahan atasan, seperti mengumpulkan data geografi, demografi, dan sosial di wilayah binaannya.
Posisi: Berada di tingkat paling bawah dalam struktur komando teritorial TNI AD, langsung di bawah Komando Rayon Militer (Koramil).

Peran dalam masyarakat: Terlibat langsung dalam kegiatan masyarakat di desa, seperti gotong royong, penyuluhan, dan membantu saat terjadi bencana.

Ancaman Terbuka di Hadapan Wali Nagari, Di Lahan Kebakaran, Arogansi Oknum Babinsa di Solok Bio-Bio
(Sumber Iwen)
(Tim/Red)

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *