Sekilasberita86.com – Indramayu – Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu menetapkan AF (36), mantan pegawai salah satu bank milik negara (BUMN), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana kredit nasabah. Penetapan tersebut disampaikan secara resmi pada Rabu, 9 Juli 2025, dan dituangkan dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/M.2.21/Fd.2/07/2025.
Dalam konferensi pers, Kejari Indramayu menyampaikan bahwa AF langsung ditahan setelah penyidik menemukan bukti kuat atas dugaan penyalahgunaan dana kredit nasabah hingga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp2 miliar. Modus operandi yang dilakukan tersangka terbagi dalam tiga pola penyimpangan, yang berlangsung dalam kurun waktu 2021 hingga 2024.
Modus pertama, terjadi sepanjang 2021–2023, ketika AF tidak menyetorkan dana angsuran milik 40 debitur yang sudah melunasi sisa pokok pinjamannya. Total dana yang masuk ke tangan AF mencapai sekitar Rp900 juta, namun tidak pernah sampai ke rekening bank, melainkan digunakan untuk keperluan pribadi.
Modus kedua, dilakukan pada periode 2023–2024, di mana AF menyalahgunakan dana kredit milik 16 nasabah senilai Rp406.562.500 dari total pengajuan kredit sebesar Rp823.267.102. Dana itu seharusnya dicairkan untuk keperluan usaha dan konsumsi debitur, namun dialihkan secara ilegal oleh tersangka.
Modus ketiga, dalam rentang waktu 2022–2024, AF bahkan menyalahgunakan seluruh dana kredit dari 15 debitur dengan total nilai mencapai Rp790 juta.
Dari total keseluruhan dana yang diselewengkan, diketahui sebagian digunakan untuk membayar angsuran nasabah lainnya sebagai kamuflase, sementara sisanya dihabiskan untuk keperluan pribadi dan bermain judi online.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan minimal dua alat bukti sah yang menguatkan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pengelolaan dana kredit nasabah,” ungkap pejabat Kejari dalam konferensi pers.
Kini, AF resmi ditahan selama 20 hari pertama di Lapas Kelas II B Indramayu, guna memudahkan penyidikan lebih lanjut. Ia dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kejaksaan juga menyatakan akan terus mendalami potensi keterlibatan pihak lain, termasuk mengevaluasi sistem pengawasan internal di lingkungan bank tersebut. Investigasi juga akan difokuskan pada kemungkinan lemahnya kontrol internal yang membuat praktik penyelewengan ini lolos selama bertahun-tahun.