Deli Serdang, Sekilasberita86.com
Di tengah suasana yang bergejolak terkait kritik terhadap fungsi dan peran legislatif sebagai wakil rakyat, sikap nyata tercermin dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang turun ke jalan. Hal ini tidak terlepas dari rasa kekecewaan terhadap amanah yang diberikan rakyat kepada anggota legislatif, yang tampaknya jauh dari ekspektasi masyarakat.
Baru-baru ini, sebuah pernyataan tegas disampaikan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Independen Mahasiswa Anti Korupsi (SIMAK), terkait penggunaan anggaran negara yang dianggap pemborosan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Mereka menyoroti anggaran perjalanan dinas yang tertera dalam Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), yang mencapai angka fantastis sebesar Rp 1.125.425.489 bagi Ketua DPRD Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD menerima SPPD berkisar antara 400 juta hingga 700 juta rupiah.
Anggota DPRD lainnya juga memperoleh anggaran perjalanan dinas mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah, sehingga total anggaran SPPD DPRD Deli Serdang diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Solidaritas Independen Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara (DPW – SIMAK Sumut), Bung Reza H, secara tegas mengecam penggunaan anggaran perjalanan dinas tersebut, khususnya angka yang paling mencolok, yakni SPPD Ketua DPRD Deli Serdang. Menurutnya, angka yang fantastis ini sangat tidak masuk akal dan berpotensi melanggar hukum, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang tengah mengalami kesulitan.
Reza menegaskan bahwa pemborosan uang rakyat untuk perjalanan dinas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusional. “Nilai SPPD miliaran rupiah ini sangat janggal. Tanpa adanya transparansi, publik berhak curiga adanya rekayasa, mark-up, bahkan potensi korupsi. Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi telah memasuki ranah pidana apabila terbukti ada indikasi fiktif. Apalagi, anggaran tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat bagi masyarakat,” tegas Reza.
Selain itu, Reza menyampaikan bahwa minimnya transparansi dan akuntabilitas menjadi masalah serius. DPW SIMAK Sumut menilai DPRD Deli Serdang gagal memenuhi prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008. Tidak adanya publikasi laporan rinci mengenai tujuan perjalanan, durasi kegiatan, maupun manfaat yang diperoleh demi kepentingan rakyat memperparah situasi tersebut.
Lebih lanjut, Reza menyoroti bahwa besarnya anggaran perjalanan dinas bertentangan dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien, efektif, dan berpihak kepada masyarakat. “Ketika masih banyak rakyat yang kesulitan mencari nafkah, pejabat justru memboroskan uang miliaran rupiah untuk perjalanan dinas. Ini jelas tidak berperikemanusiaan dan mencederai rasa keadilan,” tambah Reza.
Ia juga menegaskan, apabila terbukti ada praktik SPPD fiktif atau mark-up, maka hal tersebut termasuk tindak pidana korupsi sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Karenanya, mereka mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan mengusut kasus tersebut. Menurut Reza, krisis kepercayaan publik saat ini semakin parah, dan permasalahan ini bisa memperlebar jurang antara DPRD dan masyarakat.
“Legitimasi DPRD akan hancur jika praktik pemborosan dan dugaan korupsi ini tidak segera ditindaklanjuti. Jangan salahkan rakyat apabila kepercayaan terhadap lembaga legislatif benar-benar hilang,” pungkas Reza.
Sementara itu, Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Syahri, ketika dimintai tanggapan melalui telepon seluler pada Rabu, 27 Agustus 2025, belum memberikan pernyataan resmi dan terkesan bungkam, hingga berita ini terpaksa diturunkan ke meja redaksi.