Ketua LSM Tamperak Diduga Sebar Ujaran SARA, Aktivis Desak Proses Hukum

Ketua LSM Tamperak Diduga Sebar Ujaran SARA, Aktivis Desak Proses Hukum

Sungai Penuh – Aksi demonstrasi gabungan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kantor Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh memanas. Aksi yang digelar untuk mendesak audit menyeluruh terhadap dugaan penyalahgunaan Dana Desa oleh Kepala Desa Pelayang Raya, Kecamatan Sungai Bungkal, Supriadi, nyaris ricuh usai kehadiran Ketua LSM Tamperak, Fahrurrozi.

Fahrurrozi diduga tiba-tiba muncul dan menyusup ke tengah barisan massa aksi tanpa koordinasi dengan koalisi LSM. Ia dicurigai sebagai “utusan” dari pihak kepala desa yang sedang disorot dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Aksi pun hampir diwarnai bentrokan akibat gesekan antar massa.

Belum reda kontroversi itu, Fahrurrozi kembali membuat kegaduhan melalui komentar di media sosial. Dalam komentarnya, ia menyebut:

“Saya ini pribumi asli Kerinci Sungai Penuh. Sudah jelas saya menginginkan yang terbaik untuk negeri saya dibandingkan premanisme. Dengan gaya premanisme bertopeng aktivis. Paham anda itu. Banyak-banyak anda belajar.”

Pernyataan itu memantik reaksi keras dari berbagai kalangan. Hen Perdi, salah seorang aktivis yang turut dalam aksi, mengecam keras ucapan Fahrurrozi yang dinilai mengandung unsur SARA dan bernada provokatif.

“Sebagai pimpinan LSM, Fahrurrozi harusnya memberi contoh yang baik. Ucapannya sangat tidak pantas, bernuansa rasis dan berpotensi memecah belah kerukunan masyarakat,” tegas Hen Perdi.

Hen juga meminta agar rekan-rekan LSM tidak tinggal diam. Ia mendorong agar pernyataan Fahrurrozi dilaporkan ke aparat penegak hukum karena dinilai telah melanggar Undang-Undang yang berlaku.

“Saya mengajak kawan-kawan LSM untuk melaporkan secara resmi ucapan ini ke polisi. Ini bukan sekadar masalah etika, tapi juga sudah masuk ranah hukum. Kita tidak boleh membiarkan ujaran kebencian berkembang di tengah masyarakat,” tambahnya.

Baca Lainnya:  PLTA Kerinci Akan Beroperasi Bulan Maret 2025.

Ucapan tersebut berpotensi melanggar:

Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE):

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Ancaman pidana: penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Gabungan LSM kini tengah menyusun laporan resmi yang rencananya akan segera dilayangkan ke pihak kepolisian agar persoalan ini mendapat penanganan sesuai prosedur hukum.

HR

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *